Thursday, October 30, 2014

Backpacking Sumatera Bolang : Thank You Palembang (3)

Perjalanan selanjutnya kita mencoba menggunakan transportasi andalan kota Palembang yaitu TransMusi. Trans Musi ini mirip dengan Trans Jakarta, Trans Pakuan, Trans Jogja, semacam itu lah. Hanya saja, kalau busway atau transjakarta menerapkan tarif 3.500 untuk ke semua tujuan asal kita nggak keluar halte, untuk Trans Musi menerapkan tarif 5.000 untuk semua pemberhentian, namun jika kita sampai di pemberhentian akhir kemudian mau balik lagi, maka harus bayar lagi 5.000

Cukup lama kami menunggu TransMusi di halte Masjid Agung. TransMusi untuk jurusan Jakabaring sepertinya agak jarang lewat. Namun akhirnya yang ditunggu datang juga. TransMusi mengantarkan kami menuju ke tempat yang pernah menjadi tuan rumah Sea Games 2011 yaitu kompleks Gelora Sriwijaya Jakabaring. Perjalanan dari kawasan masjid agung melewati jembatan Ampera. Pada siang itu trafik lalu lintas di jembatan Ampera sangat padat tersendat. Sampai di kawasan Jakabaring, cukup dengan jalan kaki 5 menit di bawah terik matahari kita sampai di Gelora Sriwijaya.

Stadion sepak bola itu ramai, kalau ada pertandingan. Kalau tidak ada pertandingan ya sepiii. Termasuk Gelora Sriwijaya ini. Tak pelak kondisi ini dimanfaatkan oleh muda-mudi untuk memadu kasih di sini. Terlihat beberapa muda-mudi sedang asyik menikmati semilir angin di bawah rindangnya pohon. Jangan ditiru ya gaes. Maksud hati ingin menegur atau menolak, apa daya rasa sungkan yang besar dan juga kita mah cuma krucil-krucil yang main ke rumah orang. Yaaah kita doakan aja ya.



Masuk ke Gelora Sriwijaya, markas Sriwijaya FC sepertinya tinggal masuk aja, namun ternyata kita harus bayar juga. Sepertinya bayaran sukarela sih, ya sudah lah ya, bayar aja 5.000 rupiah. Di dalam lapangan, yaah kita foto-foto narsisan aja. Ya kali main bola bertiga di lapangan segede itu. Cukup lama kami nongkrong di Gelora Sriwijaya sampai bosen dah. Habis sholat zuhur di Gelora, kami langsung balik lagi ke area Ampera. 

Ya, seperti perkiraan semula kalau TransMusi jurusan Jakabaring sepertinya sangat langka. Setelah menunggu lama akhirnya kami memilih untuk naik angkot aja lah untuk sampai di area Ampera.

Sampai di ampera kami segera mencari bapak-bapak driver ketek. Ketek ini bukan ketiak bau asem gan. Tapi ketek atau getek, perahu kecil bermesin, tapi jalannya pelan, bukan mesin speedboat. Karena suara perahu itu berbunyi 'teketeketeketeketeketeketeketeketek' maka dinamakan ketek. Kami ingin diantar ke Pulau Kemaro yang katanya adalah salah satu wisata pulau yang ada di Sungai Musi. Nego nego nego akhirnya sepakat lah kami di angka  100.000 (kalo nggak salah) untuk diantar PP.

Perjalanan mengarungi Sungai Musi dari ampera menuju Pulau Kemaro sekitar 15 menit melewati pabrik Pusri (Pupuk Sriwijaya). Pusri banyak menggunakan kapal sebagai angkutannya. Di daerah sini juga banyak terliha kapal gede yang lagi nongkrong. Tak jarang ketek yang lambat yang kami tumpangi berpapasan dengan speedboat yang melaju kencang. Ketika simpangan dengan speedboat yang memecah arus sungai, ketek kita terkena ombak tersebut, jadi ketek berasa bergoyang tidak stabil. "Kapal Oleng Kapten!!"
Di atas Sungai Musi ternyata juga ada SPBU terapung, lebih tepatnya adalah rumah kecil terapungyang menjual solar untuk kebutuhan bahan bakar kapal-kapal.

Sampai di Pulau Kemaro ketek parkir di tempat yang telah disediakan. Kami pun segera berkeliling di dalam Pulau Kemaro. Terdapat pagoda dan tempat untuk beribadah di sana. Tidak lama kami sudah bosan di sana. Namun karena kondisi batere gadget yang udah drop, kami nongkrong bentar lah sambil ngecas. Terdapat juga bapak-bapak yang sedang membangun suatu bangunan di sana. Terdengar juga bapak-bapak itu ngomong pake bahasa Jawa. "Wong Jowo maneehh.."

Batere udah penuh kami segera kembali ke parkiran ketek yang akan membawa kami kembali ke ampera. Di tengah jalan sungai cuaca mendung menerjang, dan hujan rintik-rintik pun menyerang, alhamdulillah tidak terlalu deras sehingga pun tidak jadi masalah. Karena waktu sudah sore, setelah sampai ampera kami kembali lagi ke basecamp untuk shlat-sholat dulu.

Habis magrib perut krucuk-krucuk gan. Kita mencari makanan fenomenal di Palembang, yaitu Martabak HAR. Di dekat basecamp ada Martabak Har jjuga kok jadi gak perlu jauh-jauh.
Hampir sama dengan martabak yang biasanya, hanya saja martabak har isinya bukan telur yang didadar, tapi telur biasa yang nggak di dadar, semacem telur ceplok lah. Dan juga disiram sama kuah kari yang ada potongan kentangnya. Disajikan dengan cabe berkuah... Hmmmm rasanyaaa.. beda banget dengan masakan Jawa, tapi mak nyusss tjoiii... itu pun cuma 15.000 saja. Oiya, saran saya nggak usah beli es teh, karena mahal, sekitar 7.000 an lah. Minum pake air beli di indomaret aja.

Habis kenyang makan malam, kami main sebentar ke air mancur depan Masjid Agung. Di air mancur ini cukup romantis (halah) haha sampai ada orang yg foto prewed di sini. Namun sayang di sekitar air mancur kondisi pencahayaan kurang terang. Sebentar kami di depan air mancur untuk selanjutnya sholat Isya dulu di masjid. Habis isya kita menghabiskan waktu di Plasa Ampera. Plasa Ampera -saya menyebutnya begitu- merupakan tempat lapang yang terdapat di dekat Jembatan Ampera, di sisi suangi Musi, di seberang Benteng Kuto Besak. Kerlap kerlip lampu Jembatan Ampera terlihat jelas dari sini. Kerlap kerlip lampu di sisi sungai juga terlihat jelas dari sini. Di Plasa Ampera malam itu sedang terdapat pasar malam. Mulai dari julan baju Palembang, jualan berbagai makanan dan minuman, mainan anak, dan sebagainya yang intinya adalah wisata keluarga. Malam itu juga terdapat restoran terapung. Yap semacam restoran atau tempat makan di atas perahu, namun perahunya nggak berlayar, tapi di tambat di tepi sungai hehe romantis bukan. Restoran yang wah yang sepertinya agak mahal juga terlihat dari sini, saya jadi membayangkan kalau saja main ke situ bersama pasangan pasti pemandangan malamnya luar biasa hahaha.

Kami bertiga sekedar membeli cemilan sambil menikmati malam sungai Musi. Saya memilih membeli mi di abang-abang yang ternyata orang Jawa. Wong Jowo maneehhh..... Kami menikmati malam sambil ngemil dengan duduk di tepi sungai. Di sebelah kami terlihat seorang cewek yang juga duduk sendiri menatap kejauhan. Berbagai spekulasi timbul di benak kami. Entah dia sebelumnya datang bersama pasangannya, kemudian bertengkar, sang cowok pun pergi, mbak ceweknya pun hanya bisa terdiam menatap kerlap-kerlip lampu di kejauhan. Hahaha itu semua hanya khayalan kami saja bro, belagak sok jadi sutrada FTV. Aduh jadi ngomongin orang nih. Sampai larut malam sekitar pukul 11an kalo ga salah, mbaknya pergi dan menghilang di keramain. Duh kenapa jadi mbak nya lagi sih. Oke malam semakin larut, Dayus terliha ngantuk, okelah kita pergi dari situ dan kembali ke basecamp untuk bobok.

Setelah masuk gerbang masjid kami pun ngeloyor aja masuk masjid. Ehhh dipanggil penjaga di pos penjagaan. Kami pun menghampirinya
"Mau ke mana dek?"
"Anu pak, kami dari Jawa, kami mau istirahat di sini, besok pagi kami pulang"
"Oh yaudah, mana KTP nya"
"Ini pak (KTPnya mamet)"
"Besok pagi diambil di sini ya, sebelum subuh harus udah bangun"
"Siapppp"
Yah kira-kira begitulah kronologisnya sehingga kami bisa bobok dengan nyaman di sini hehe. Besoknya kami segera solat subuh dan mengambil jaminan KTP. Dari masjid sampai ke stasiun kami naik bis kota seharga 3000 rupiah sahaja. Sampai di stasiun Kertapati kami menunggu kereta yang akan mengantar kami ke Stasiun Tanjung Karang Bandar Lampung. Sekitar pukul 8 pagi kereta berangkat meninggalkan kenangan indah yang suatu saat nanti saya ingin kesini lagi. Wuzzzzzz.....

Di dalam kereta kami bertanya pada penumpang sekitar, how to go to Pelabuhan Bakauhuni. Semua penumpang yang kami tanya menyarankan naik travel aja, jangan naik bis. Serem kalo ngebis di Terminal Rajabasa, apalagi malem-malem. Warga lokal aja nggak mau ke terminal itu, ya sudah kami pun menurut saja dengan nanti naik travel. Eh iya di dalem kereta ada kejadian yang hampir sama dengan pas berangkatnya haha. Ada mbak-mbak cantik yang naik di tengah perjalanan. Namun biasa aja sih, mbaknya juga jaim gitu akhirnya ya cuek sahaja.

Oke sampai Stasiun Tanjung Karang ternyata sudah banyak penjemput alias travel yang menawarkan jasanya. Mamet mencoba peruntungan kalau-kalau ada bus damri yang mau mengangkut kami haha sepertinya gagal. Akhirnya kami memutuskan untuk naik travel saja dengan biaya 30.000 namun di tengah jalan ketika sopir utamanya naik, harga standarnya adalah 35.000 sempat alot terjadi dialog akhirnya ya sudahlah kita tambahin goceng aja biar sopirnya juga enak dan nyaman bawa kita. Tidak lama kemudian suasana sudah cair. Ternyata mas sopirnya itu namanya Mas Nanang, asal Madiun. Wong Jowo maneeeehhhh..... Beliau banyak bercerita soal tragedi di daerah sini yang cukup mengerikan, yah itu lah rahasia umum sudah. Sampai di Pelabhan kami segera bye-bye, dan beli tiket untuk naik kapal, cari spot yang enak. Kali ini di mushola kapal. Merem, dan bangun-bangun udah sampai di Pelabuhan merak. Sholat subuh, selanjutnya naik kereta menuju Jakarta dan lanjut Comline menuju Bogor.

Sekian dari kami semoga menginspirasi. Cheeers

Jangan lupa buang sampah di tempatnya
Jangan lupa sholat 5 waktu


No comments:

Post a Comment