Thursday, September 25, 2014

Backpacking Sumatera Bolang : Ampera, Kota Palembang (2)


The Icon

Kata Ami, temenku yang asalnya Palembang,"Hati-hati ya kalian di Palembang, daerahnya rawan maling, simpen hape baik-baik, simpen dompet baik-baik"
"Oke thanks mi"
Biasanya sih kalo main kemana gitu juga tetep waspada, tapi kali ini pas bilang mau ke Palembang Ami nekenin banget . Gak tau juga apakah Ami yg khawatir banget, atau emang daerahnya bener-bener rawan. Yang penting stay positive dan tetep waspada dimanapun kapanpun gan.

Akhirnya sampai juga di Palembang
Tapi belum nyampe jembatan yg di foto atas itu. Ceritanya masih pukul 22.30 di Stasiun Kertapati Palembang. Langsung kita nanya petugas KAI buat nyari tempat sholat. Kata bapak petugas stasiun, "Sholatnya di masjid belakang stasiun aja, soalnya stasiun udah mau ditutup gan". Ya sudah, beranjaklah kita menuju masjid terdekat. Agak disorientasi juga sih, soalnya baru dateng di tanah orang kita langsung jalan aja. Tapi lumayan bisa dipahami lah daerah itu setelah menengok GPS sebentar. Ternyata daerah stasiun itu berdekatan dengan sungai dan terdapat pembongkaran batubara. Yaiyalah, babaranjang aja juga berhenti di daerah ini.

Oke langsung kita menuju ke masjid, untungnya ada beberapa penumpang yang ke masjid juga, jadi setidaknya ada teman juga lah~

Nah ini yang agak sedikit emmmm... Sampai di depan gerbang masjid kami mendapati semacam hiburan rakyat, kalo istilah kami sih orkes. Ada panggung kecil, ada performer, dan ada penonton. Namun bukanlah lagu dangdut atau lagu pop apalagi qosidahan, tetapi yang dimainkan adalah lagu "dus tak dus tak dus tak dus tak dus tak dus tak dus". Semacam house music disko-diskoan gitu gan.
Dan kita harus menerobos kerumunan itu untuk menuju halaman masjid. Sebenarnya gak berani juga saya menoleh-noleh, melihat-lihat sebenarnya penampilan apa sih ini. Saya hanya bisa menunduk dan melirik-lirik saja. Kalo aku melihat-lihat terus tiba-tiba , "Apa kau liat-liat?? cari gara-gara??" berabe juga kan kalo kayak gitu, apalah kita ini, kan cuma pendatang.

Berdasarkan hasil lirikan saya, kondisi remang-remang minim cahaya (ini sih gak perlu ngelirik) jadi gak terlalu jelas, yang di panggung ada beberapa orang joget-joget doang dan ada juga yg duduk mainan hape doang (kata temen), di daerah penonton tersusun beberapa meja kecil dengan penerangan lilin/ublik di atasnya, terdapat berbagai macam minuman di atas meja. Tak jelas minuman apa aja. Di sekitar meja ada beberapa pemuda yang duduk di kursi sambil joget, duduk sambil joget gan! gimana tuh. Dan di sekitarnya banyak penonton yang berdiri sekedar menikmati musik yang menghentak. Hipotesis negatif saya mengatakan bahwa ......... ah jangan deh, jangan berfikir negatif, kita harus tetap positive thinking. Hipotesis positif saya mengatakan bahwa ini adalah orkes hiburan rakyat biasa

Akhirnya sampailah kita di masjid. Masjidnya tutup, tapi ada mas-mas di sekitar masjid mendekati saya dan beberapa orang yang mau solat. Kita pasif aja sambil lihat keadaan, mas nya bercakap-cakap dengan salah satu dari kami.
"mau ke mana? mau ziarah?"
"(gak jelas lawan bicaranya bilang apa)"
"kalo masuk masjid nggak bisa, tapi kalo ziarah bisa"

Lahh??? apa ane salah denger nih? 
Yaudah, saya cuek aja sih, kemudian melihat rombongan yang bersama kami ngambil air wudhu, kami ikutan aja. Habis itu kami langsung masuk masjid untuk sholat. Orang pintunya kebuka yaudah kami sholat aja. Mungkin masnya udah ngebolehin buat sholat. Habis sholat kita bertiga diskusi, apa mau istirahat (nginep di masjid ini), tapi sebelumnya nanya dulu, atau langsung cabut aja balik ke stasiun. Setelah menimbang dan menimang akhirnya kami memilih untuk cabut ke Stasiun aja. Ketika kami keluar masjid kami melihat rombongan yang bersama kami berziarah di makam yang terdapat di kawasan masjid itu. Mungkin makam pemuka agama di wilayah itu.

Balik ke stasiun, it means bakal ngelewatin orkesan disko tadi. Sebenernya males juga sih, namun kami tetep go ahead aja deh tanpa tengak-tengok.

Sampai di stasiun kami bertemu dengan penumpang kereta tadi yang masih bertahan di depan stasiun. 1 orang ibu-ibu, 1 orang mbak-mbak, 1 orang bapak-bapak, dan 1 pemuda kayak kita. Ibu itu orang Jawa, tinggal di Palembang, lagi nunggu jemputan sampe subuh. Mbak-mbak itu nunggu terang juga, mau berangkat ke Bangka Belitung.  Bapak-bapak itu dari Jawa, nungguin subuh baru nyari angkot, kalo ga salah kerja di Plaju. Jadi teringat kata Ami, jangan ke Plaju, rawan. 1 pemuda itu ternyata dari bogor, railfans yang saya lihat di dalam kereta. Katanya sih mau joyride (jalan-jalan naik kereta api) lanjut ke Lubuk Linggau sambil ketemu temennya. Kereta ke Lubuk Linggau berangkat pagi hari. Jadi fix ada temennya untuk nginep alias ngampar di stasiun sampai subuh... zzzzz....

Daaaan setelah ane browsing-browsing ketika ane ngetik postingan ini, ternyata daerah Kertapati (stasiun) emang daerah yang rawan, banyak preman, dan kasus-kasus kriminalitas. Pantesaaaan hawa-hawanya di sana pas malam horor banget.

29 Mei 14
Adzan subuh berkumandang, kami siap-siap melanjutkan perjalanan. Kami mengurungkan untuk sholat subuh di masjid yang kemarin. Kami memilih langsung menuju Masjid Agung Palembang. Keluar stasiun, naik bis semacem kopaja, nyebrang Jembatan Ampera, turun di Masjid Agung dengan ongkos sekitar 3.000 rupiah. Masjid Agung Palembang letaknya sangat strategis, selain dekat dengan jembatan Ampera masjid ini juga dekat dengan beberapa tempat wisata. Masjid ini akhirnya menjadi basecamp kami alias tempat menginap. Tidak mengapa jika kita ingin menginap di masjid ini, cukup menunjukkan dan menitipkan KTP pada pak penjaga kita bisa tidur pulas di sini he he. Daripada nginep di hotel kan duitnya lumayan ditabung buat bulan madu eh haha. Tapi kalo ada kenalan atau kawan, boleh juga nginep di tempat kawan. Sebetulnya kami punya kawan di Palembang, sebut saja Ami, namun beliau sedang di Bogor, jadi kami tidak jadi sowan ke rumahnya. Dan ternyata tidak cuma kami doang kok yang bermalam, ada beberapa orang juga yang bermalam di sini. Asal esoknya sebelum waktu subuh sudah bangun, keterlaluan namanya kalau gak bangun hehehe.

Masjid Agung Palembang

Akhirnya menjadi base camp

Setelah sholat, mandi, wangi di Masjid Agung, kami segera menuju ke anjungan di dekat sungai Musi, ngapain lagi kalo bukan menikmati pemandangan ikon Palembang, Jembatan Ampera yang berdiri kokoh di atas Sungai Musi. Di daerah anjungan itu terlihat beberapa bapak-bapak petugas kebersihan sedang menyapu jalan. Kami pun iseng bertanya tentang Pulau Kemaro, yang berdasarkan informasi merupakan tempat wisata di dekat Ampera. Eeeh bapak itu kemudian memanggil temannya, dikiranya kami mau berangkat ke sana.
"Eeeh nggak pak, nanti saja agak sorean kami ke sananya"
Kata bapak itu kira-kira sekitar 200rb an lah harganya satu rombongan. Oh okelah kami manggut-manggut saja. 


Day and the bridge

Benteng Kuto Besak
Di dekat anjungan tersebut juga ada Benteng Kuto Besak (BKB), yang berdasarkan informasi juga merupakan tempat wisata. Namun ketika kami mendekat ke sana, sepertinya tidak seperti tempat wisata, namun lebih seperti markas TNI. Pagi itu Benteng Kuto Besak ramai sekali, nampaknya ada kegiatan apel para tentara. Alhasil melihat kondisi tersebut kami mengurungkan niat kami untuk masuk ke benteng itu. Kami harus puas menikmati pemandangan Benteng Kuto Besak dari luar. 

BKB

Hanya sebentar kami di BKB karena terdengar suara teriakan dari ...........          perut. Kami segera cari sarapan di sekitar daerah itu. Pilihan kami pun jatuh kepada nasi gemuk karena namanya unik. Ternyata eh ternyata nasi gemuk adalah semacam nasi uduk kalau di Sunda. Nasinya enakkk.. iya lah, laper sih hehe.

Di tempat kami sarapan, kami bertemu dengan seorang anggota Provost TNI. Setelah berkenalan dan menjelaskan asal-usul kami, beliau adalah Pak Yusmaizar, sedang tugas di RS AK. Gani. Kami ngobrol ngalor ngidul dan terkadang juga mengernyitkan kepala karena beliau mencampurkan bahasa Indonesia dengan bahasa Palembang, maklum warga pribumi. Kami sempat bertanya tentang Pulau Kemaro juga, Pak Yus langsung menelpon kawannya yang bertugas di Polair, barangkali kami bisa menumpang ketika mereka patroli. Namun untuk menuju ke Polair juga tidak mudah, butuh naik beberapa angkutan umum yang jalurnya memutar. Sebenernya lebih simpel naik perahu di sungai Musi, tinggal lurus terus sampai deh. Pak Yus juga bertanya kami nginep di mana, yaaa kami jawab jujur saja. Sebenarnya beliau menawarkan kami untuk nginep di tempatnya, pake dijemput pula.
"Nanti siang kamu telfon saya aja, ini saya kasih nomor telepon. Nanti kamu bilang sedang di mana, trus anggota saya biar jemput kamu untuk dianter ke rumah saya"
Kami berfikir untuk tidak menerima tawarannya, karena selain sungkan, kami ingin putar-putar kota lebih lama lagi. Kalau terlalu malam kemudian nginep di rumah beliau kan nggak enak juga. Selesai sarapan dan ngobrol-ngobrol kami segera pamit.

"Tadi makan apa aja? nasi gemuk sama minumnya teh anget? ya udah saya bayarin aja ini. Nanti siang kalau mau makan bisa ke daerah sini juga, ada mobil yang jualan makan. Makan aja di situ, bilang aja adiknya Pak Yus, gak usah bayar makannya. Okelah, hati-hati di jalan ya"

Alhamdulillah terima kasih banyak pak :D

Monpera
Selanjutnya kami mampir ke Monumen Perjuangan Rakyat (Monpera), bukan Menpora ya, kalo itu beda lagi he he. Monpera dibangun sebagai simbol perjuangan dalam mengusir penjajah di bumi Sriwijaya. Monumen ini berbentuk unik seperti dua piramida terbalik berhiaskan lambang burung garuda di depannya. Terdapat simbol seperti gading di plasa menumen yang menunjukkan peresmian monumen ini. Sebetulnya kita dapat masuk ke dalam monumen ini karena di dalamnya terdapat museum Monpera. Namun entah mengapa pada saat itu tidak ada anda-tanda yang jelas bahwa kita bisa masuk mengunjungi museumnya. Praktis kami hanya bisa menikmati plasa Monpera yang terdapat di depan monumen ini. Letak monumen ini terdapat di seberang Masjid Agung jadi kawan-kawan hanya tinggal menyeberang jalan saja untuk menyambanginya.

Monpera

Maap mejeng bentar yak

Museum Sultan Mahmud Badaruddin II
Tak jauh dari Monpera, yakni di belakang monumen tersebut, terletak Museum Sultan Mahmud Badaruddin II. Agaknya kami kembali kecewa karena hanya bisa memandang museum ini dari luar. Tidak ada tanda-tanda bahwa kami bisa berkunjung masuk ke dalam museum ini. Dari sekitarnya pun terlihat kalau museum ini minim perhatian, seperti tidak terawat. Sebetulnya sayang sekali kalau suatu museum tidak dikelola dengan baik, karena di museum tersimpan ilmu sejarah dan budaya. Namun para anak bangsa pun minat berkunjung ke museum juga sudah mulai luntur. Jadi ya serba salah juga. Meski museum bagus tapi tidak ada pengunjungnya. Yah kembali lagi ke diri sendiri saja gan :)

Museum SMB II

Kawasan yang disebut sebagai Kawasan Ampera tersebut memang terdapat berbagai tempat wisata. Jembatan Ampera, BKB, Monpera, Museum SMB II, Masjid Agung Palembang, serta Pasar 16 Ilir berada di satu kawasan Ampera yang saling berdekatan. Setelah dari kawasan ini kita segera berkunjung menuju tempat yang agak jauh dikit. Tapi tenang, ongkos tetap terjangkau, karena ada moda transportasi andalan. Moda transportasi tersebut adalah Trans Musi yang dengan hanya 5.000 rupiah kita bisa berkeliling Kota Pempek.

Bersambung bentar ya

2 comments: