Malam itu (13/2) sekitar pukul 11 kami masih santai-santai nonton tv sebelum Bu Ndari (bude) nelfon. Bu Ndari mengabarkan kalo di rumahnya (Srengat, Blitar) terlihat petir yang berulang kali terlihat di atas area Gunung Kelud dan disertai oleh gemuruh yang tiada henti. Seketika itu kami segera keluar rumah untuk melihat kondisi tersebut. Dan memang benar dari rumah saya (Pare, Kediri) terlihat petir yang bersahutan namun tidak disertai suara petir seperti biasanya, namun suara yang terdengar adalah gemuruh yang terus menerus terdengar. Perasaan was-was pun semakin menjadi dan ini merupakan pengalaman saya yang pertama.
Petir yang terlihat tidak seperti petir ketika terjadi hujan namun petir yang terus menerus terlihat dan kalau saya bilang seperti petir yang ada di film tornado. Dan ibuk bilang kalau beliau sudah merasaan kondisi ini sebelum Bu Ndari nelfon. Diperkirakan memang letusan kali ini lebih dahsyat daripada letusan Kelud pada tahun 1990 (Ibuk cerita kalau letusan 1990 daerah pare hanya mengalami hujan abu).
Tidak berselang lama terdengar suara gemeritik. Awalnya saya pikir akan turun hujan, namun tidak basah. Dan ibuk juga mendapati kerikil kecil yang jatuh. Fix lah ini bukan hujan air tapi hujan kerikil. Kami segera kembali masuk ke rumah dan terus bersiaga kalau kondisi semakin parah.
Beberapa saat kemudian kilat terlihat beberapa kali dan diikuti dengan suara gemuruh keras. Bahkan tak jarang pula terlihat kilatan yang berwarna merah dengan gemuruh yang keras. Hujan kerikil masih terus berlangsung namun terdengar lebih halus, mirip seperti suara gerimis. Suara gemuruh pun tidak kunjung hilang dan terus terdengar.
Sekitar dini hari (14/2) suara hujan kerikil mulai berkurang dan mata saya mulai tak tertahan sampai akhirnya tertidur hingga pagi hari.
Paginya alhamdulillah hujan kerikil sudah berhenti namun kondisi di luar rumah sungguh berbeda. Di mana-mana tampak berwarna putih abu-abu. Kerikil kecil yang bercampur pasir menutupi genting rumah, pepohonan, jalanan, dan apapun yang ada di luar. Pasir yang menumpuk cukup tebal hingga sekitar 5 - 7 cm. Terdengar kabar bahwa abu vulkanik yang disemburkan oleh Gunung Kelud terbawa sampai ke daerah Jawa Barat.
Segera saya dan keluarga membersihkan rumah yang tertutup oleh pasir, terutama atap rumah yang sudah rapuh. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi turunnya hujan sehingga atap rumah tidak mampu menahan pasir yang bercampur dengan air.
Dan benar saja esoknya kemudian turun gerimis dan hari selanjutna (16/2) turun hujan deras. Pasir yang terdapat di atap rumah kembali turun dan mempertebal lapisan pasir di bawahnya. Beberapa rumah di Pare juga mengalami kerusakan atap karena atap rumah yang belum sempat dibersihkan dari pasir bercampur dengan air hujan. Kondisi tersebut tidak mampu ditahan oleh atap yang sudah rapuh sehingga menjadi roboh. Kondisi hujan tersebut tidak berpotensi menghasilkan lahar dingin karena hujan turun di daerah bawah.
Dua hari kemudian (18/2) turun hujan di daerah atas. Kondisi ini menyebabkan timbulnya lahar dingin. Sungai-sungai di daerah Puncu, Kepung, dan sekitarnya penuh oleh lahar dingin yang membawa material vulkanik. Kondisi lahar dingin tersebut menyebabkan akses transportasi pada beberapa wilayah dapat terganggu dan bahkan terputus.
Mohon doanya kawan-kawan semoga kondisi ini dapat segera kembali normal dan semoga dapat diambil hikmahnya :')
No comments:
Post a Comment