ready to go |
Pokoknya, apapun yang terjadi beres UTS harus jalan – jalan gara – gara efek UTS yang sedikit bikin stress. Awalnya saya dan Mamet mau ikut Elok ke Pekalongan. Rencananya sih city tour Pekalongan – Tegal berangkat hari Jumat balik Minggu. Namun setelah sedikit searching info kedua kota tersebut saya Cuma dapet sedikit info.
Hari Kamis beres ujian (Jumat hari terakhir UTS). Tiba – tiba Mamet ngajakin naik ke Papandayan, dan seketika
aku setuju. Kilat banget deh waktu itu, Kamis sore terbersit ide, Jumat esoknya
langsung berangkat huoo.. Segera kami cari info, cari alat, dan cari temen buat
naik ke Papandayan. Walhasil Pekalongan skip dulu deh. Karena ini trip dadakan,
anak – anak yang diajakin banyak yang ga bisa ikut. Udah deh, kalo ga ada yang
ikut, kita berdua tetep berangkat sesuai plan :mahos . Tapi untung Jumat sore
bang Botak bilang kalo dia mau ikut, hehe bertiga deh jadinya.
Kita berangkat dari kampus jam 9 ke Terminal Kampung
Rambutan. Sampe Rambutan sekitar jam 11. Untung udah ada bis ke arah Garut di
depan terminal jadi bisa langsung berangkat dah. Sampe terminal Guntur Garut
subuh. Beres subuhan di masjid kami ketemu rombongan dari Jakarta yang
berjumlah sekitar 10an orang. Nebeng deh kita biar dapet carteran angkot lebih
murah. Dari terminal Guntur naik angkot menuju pertigaan Cisurupan. Dari situ
bisa carter pick up atau naik ojek menuju start point pendakian gunung
Papandayan.
Sampai start point kami mengurus perijinan dan sarapan
terlebih dahulu di warung. Di daerah ini cukup susah untuk mendapatkan air
bersih, tak heran harga akua 1,5 L pun mahal, yakni 10.000 rupiah. Oke setelah
itu kami segera berdoa dan langsung berangkat. Kami berangkat sekitar pukul
7.15 pagi
Di gunung ini tidak ada shelter, namun ada check poinnya,
yaitu Parkiran – Pondok Salada (tempat untuk ngecamp) – Tegal Alun – Puncak.
Serta terdapat hutan mati. Perjalanan
awal didominasi oleh jalanan bebatuan dan terdapat kawah belerang. Buat yang
tidak kuat asap belerang bisa menggunakan masker atau handuk yang dibasahi.
Namun kadar belerang di Papandayan tidak sebanyak di gunung Ijen.
Dari kawah bisa ke arah kanan untuk jalan landai, namun bisa lurus saja tapi jalanan sangat curam dan berbatu. Kemudian kami mengambil arah ke kanan. Di daerah ini penampakannya berbeda dengan di awal pendakian. Apabila di awal didominasi oleh bebatuan, di daerah ini mulai banyak pepohonan dan tebing. Karena sebelumnya ada longsor maka jalan utama tertutup sehingga kami harus memutar jalan. Sebenarnya jalanan ini merupakan jalanan makadam (jalanan yang disusun dari batu) sehingga motor dengan desain khusus macam sanchez pun bisa naik. Kemudian kita akan ketemu dengan pertigaan. Apabila lurus menuju arah pangalengan, kita ambil arah kiri untuk menuju ke pondok salada. Di tempat ini kita bisa membuka tenda camp.
Dari pondok salada kita bisa menuju hutan mati yang ada di
sebelah kiri dan menuju ke tegal alun. Tegal Alun merupakan padang edelweiss,
namun kata bapaknya kita dilarang mendirikan tenda di Tegal Alun. Dari pondok
salada kami memutuskan untuk langsung menuju ke puncak dengan melewati jalur
air dan padang edelweiss. Jalan menuju puncak berupa kondisi pepohonan yang
berjarak cukup rapat. Sampai puncak tidak ada tanda yang menunjukkan bahwa itu
daerah puncak. Kami sampai di puncak sekitar pukul 10, jadi sekitar 2,5 jam
kami berjalan dari parkiran menuju puncak. Tidak lama kami di puncak, kemudian
kami mencoba turun ke arah jalur lain, namun jalurnya terlalu curam sehingga
kami memutuskan untuk langsung menuju hitan mati.
Dari puncak kita ke arah kiri untuk menuju hutan mati. View hutaan mati bener – bener amazing , semacam di film – film fantasy gitu. Di hutan mati juga terdapat kubangan cairan yang berwarna coklat. Dan itu aneh tapi bagus, semacam air teh. Dan saya belum tahu itu air apa sbenernya. Di tepi hutan mati kita bisa melihat hasil letusan gunung papandayan beberapa tahun yang lalu. Nah, dari sini kami dapat melihat parkiran dari kejauhan. Kemudian kami segera mencari jalan agar dapat menuju parkiran secar langsung. Karena apabila harus kembali melewati pondok salada seperti jalur awal, maka jalurnya akan berputar. akhirnya kami mencoba untuk langsung turun menyusuri jalanan berbatu. Memang sedikit agak curam, namun sangat lebih cepat daripada harus mengambil jalan memutar. Langsung kami segera turun menuju parkiran dan sampai sekitar pukul 1 siang. Karena bertiga kami sempat bimbang antara naik pick up atau naik ojek. Akhirnya kami naik pick up, dengan biaya yang lebih mahal dari berangkat namun sedikit lebih murah daripada ojek.
Sampai pertigaan Cisurupan segera sholat dhuhur dan kami naik angkot menuju alun – alun Garut. Masih siang sih, jadi nanggung kalo cepet – cepet pulang. Salah satu oleh – oleh khas Garut adalah dodol. Namun terdapat dodol unik yang dikombinasikan dengan cokelat, yakni chocodot, cokelat dengan isi dodol. Kalo lagi di garut bisa dicoba tuh. Tempat kuliner di Garut? Katanya sih ada pasar ceplak di dekat jalan Siliwangi. Di tempat tersebut banyak terdapat banyak penjaja makanan. Kami coba ke sana untuk makan sore, memang sudah lapar sih namun kami tidak sempat explore lagi karena harus menuju ke Terminal Guntur agar tidak terlalu malam.
Untuk menuju ke terminal, kata orang sih cuma 1 km jauhnya.
Yaudah kita coba jalan kaki aja. Nyatanya? Terlalu lama kami berjalan dan
ngerasa kalo jaraknya lebih dari 1 km ! fffuuuu... sampai di terminal kami
harus menunggu bis yang menuju Jakarta. Oke kami sampai kampung rambutan pukul
3 pagi dan belum ada bis yang menuju bogor. Akhirnya kami memutuskan untuk naik
angkot meski harus melewati jalan yang memutar untuk menuju kampus.
Alhamdulillah akhirnya selamat sampai rumah.
Yap, pengalaman pertama, logistik ga kemakan, perlengkapan
camp ga kepake, shocked TRIP !!
See you for the next journey :D
Sudah selesai UTS ya bang..?
ReplyDeletepas itu sih beres UTS kang hehe
Deletemotor trail lin, sanchez -_- haha
Deletehehe kebanyakan maen GTA
Delete